Pengalaman anak sekolah di pelosok negeri
By. SUNITO, S.Pd
Provinsi Kalimantan Tengah merupakan provinsi yang terluas di Indonesia. Ibukotanya Palangka Raya. Kalimantan Tengah memiliki luas 157.983 km², setara dengan 4 kali luas Pulau Jawa. Berdasarkan sensus tahun 2010 provinsi ini memiliki populasi 2.202.599 jiwa, kemudian pada tahun 2017 jumlah penduduk Kalimantan Tengah bertambah menjadi 2.605.274 Jiwa. Provinsi Kalimantan Tengah ini memiliki 13 Kabupaten dan 1 kota, serta memiliki banyak perkampungan yang berada di daerah pedalaman.
Di sebuah kampung di pedalaman Kalimantan Tengah, ada sebuah desa yang berada di tepi sungai Barito, tepatnya berada di Kabupaten Barito Selatan, Mahajandau nama desanya. Banjir yang dialami oleh masyarakat setiap tahun cukup mengejutkan bagi yang tidak pernah tahu, karena hampir 5-6 bulan lamanya. Banjir tersebut berlangsung antara bulan Desember sampai dengan bulan Mei tahun berikutnya. Pertanyaanya, bagaimana anak-anak kampung tersebut dapat bersekolah?
Ketika pagi itu sekitar jam 06.30 WIB pagi, seorang anak kecil, usia sekitar 6-7 tahun. Ia masih duduk di kelas satu Sekolah Dasar sedang mendayung Jukung ke kiri dan ke kanan, dayungnya berpindah mengimbangi arah perahu yang ia gunakan. Saat itu, penulis dan keluarga sedang pulang kampung. Ketiga anak saya melongo dan terkagum-kagum melihat anak kecil tersebut, bukan karena anak kecil berseragam putih merah, tetapi karena dia duduk di tuntung jukung (ujung perahu bagian belakang) sambil mendayung perahunya sendirian. Hal ini terlihat mengerikan dan menakutkan serta tidak dapat dilakukan ketiga anak saya, meskipun usianya lebih tua dari anak kecil tersebut, karena anak saya sudah kelas 9 SMP. Mungkin dibenak anak-anak saya terbersit sebuah pertanyaan, “bagaimana kalau jatuh ?”.
“Kueh indum dengan bapam ?” (mana ibu ayahmu?) kata isteri saya.
“Jadi tulak endau manyenguk buwu!” (sudah berangkat tadi menenguk bubu) kata si anak tadi.
Sepertinya ada kekhawatiran di mata isteri saya, Mengapa orang tuanya tidak mengantar atau mendampingi anak kecil tersebut ke sekolah?. Tidak ada kekhawatiran atau ketakutan di mata anak kecil tersebut. Hanya ada semangat penuh harapan ingin cepat sampai ke sekolah. Tiba di sekolah, anak kecil itu menemukan kursi dan meja sekolahnya mengapung di atas air, padahal tiang sekolah sudah setinggi 1,5 m dari permukaan tanah.
“Anak-anak, pulang saja, nanti turun ke sekolah kalau banjirnya sudah surut” kata salah satu guru yang tinggal di perumahan SD tersebut. “Horrrreeeee....” kata anak kecil tadi sambil memutar haluan jukung pulang kembali ke rumahnya.
Sangat mengagumkan dan sungguh luar biasa. Adalah anak-anak yang sudah berusia 7 tahunan mampu mendayung perahu mereka dengan semangat menuju sekolah tanpa diantar oleh orang tua atau kakak- kakak mereka. Semangat ini sungguh luar biasa yang dimiliki oleh anak-anak kampung yang berada di padamalan Kalimantan Tengah ini. Keinginan dan semangat untuk bersekolah yang kuat mampu menghadapi tantangan alam yang tidak bersahabat ini, meski pun bertaruh nyawa.
Tuntutan alam di daerah pedalaman yang membuat anak-anak yang sejak kecil sudah dapat mendayung perahu sendirian mengarungi sungai Mangkatip yang melintasi perkampungan mereka. Mereka berangkat ke sekolah hanya dengan beberapa teman untuk menuju sekolah yang relatif jauh dari rumah-rumah mereka. Hebatnya lagi, mereka mendayung perahu menuju ke sekolah tanpa diantar atau didampingi oleh orangtua mereka masing-masing. Orangtua mereka sudah pergi pagi-pagi ke kebun, mencari ikan, atau hutan sebelum anak-anaknya pergi ke sekolah.
Kebanyakan rumah-rumah masyarakat di pedalaman Kalimantan Tengah yang berada di pinggir sungai memiliki tiang-tiang yang tinggi. Rata-rata di atas 1 (satu) meter, bahkan lebih tinggi lagi, karena kedalaman air ketika musim banjir, tinggi air dapat mencapai lebih 2 meter. Sementera itu, bangunan sekolah yang ada di kampung ini ketinggiannya 1,5 meter, dan saat banjir sekolah terendam air sungai Barito yang meluap. Ketika sekolah terendam air ini, maka sekolah diliburkan. Libur sekolah karena sekolah terendam banjir menjadi sesuatu hal yang menyenangkan bagi anak-anak pedalaman ini. Mereka dapat bermain air dan perahu kapan saja, sesuai dengan kesukaan mereka, tanpa diawasi oleh orangtua mereka.
Pergi dan pulang sekolah dan permainan menggunakan perahu atau jukung yang penuh tantangan tersebut mereka lakukan dengan penuh suka cita. Tantangan yang penuh bahaya ini mereka lakukan dengan semangat untuk berangkat ke sekolah. Ketika sekolah mereka terendam oleh air sungai yang meluap itulah saatnya mereka untuk bersenang-senang, karena sekolah diliburkan. Banjir membuat anak sekolah ini tidak memiliki tempat untuk belajar, karena kursi dan meja terapung di atas air.
Selama ini, belum ada bantuan pemerintah untuk menangani anak-anak ini ketika banjir melanda, seperti perahu karet untuk membantu anak-anak ini berangkat bersekolah. Berbeda jauh ketika Jakarta dilanda banjir 2 atau 3 hari saja, maka seluruh Indonesia menjadi heboh. Namun, pernahkah kita mendengar bahwa ketika banjir 5 sampai 6 bulan di pedalaman Kalimantan Tengah ini, maka negeri ini menjadi heboh ?. Hasil hutanku telah habis diangkut untuk kejayaan negeriku, tapi negeriku tidak memperdulikan anak-anak sekolah yang hidup dan menuntut ilmu di daerah pedalaman Kalimantan Tengah. Hak mereka sama dengan anak-anak Indonesia lainnya. Tetaplah semangat untuk sekolah dan menatap masa depan anak-anak pedalaman Kalimantan Tengah.
.
editing-by Maslani-2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar